Vesak Celebration

celebration

Bermula dari pertanyaan sederhana Ananda yang timbul pada suatu senja. Dalam pikirannya yang masih dilekati keduniawian timbul pertanyaan yang berkaitan dengan bau dan wangi-wangian.

Ia berpikir, “Harumnya kayu wangi, harumnya bunga-bunga, dan harumnya akar-akaran semuanya menyebar searah dengan arah angin tetapi tidak bisa berlawanan arah angin. Apakah tidak ada wangi-wangian yang dapat melawan arah angin? Apakah tidak ada wangi-wangian yang dapat merebak ke seluruh dunia?”

Berhubung Ananda tidak dapat menemukan jawabannya, dia pergi bertanya pada Guru Agung dan meminta jawaban dariNya.

Buddha pun menjawab, “Ananda, andai saja seseorang yang berlindung pada Tiga Permata (Buddha, Dhamma, Sangha), yang melaksanakan lima latihan sila, yang murah hati dan tidak kikir, seseorang yang sungguh bijaksana dan layak memperoleh pujian. Maka kebaikan orang tersebut akan menyebar jauh dan luas, dan para bhikkhu, brahmana dan semua umat akan menghormatinya dimana pun dia berada.”

Kemudian Buddha Gotama membabarkan syair yang selanjutnya termaktub dalam Dhammapada bait 54 dan 55 sebagai berikut:

Harumnya bunga tak dapat melawan arah angin. Begitu pula harumnya kayu cendana, bunga tagara dan melati. Tetapi harumnya kebajikan dapat melawan arah angin; harumnya nama orang bajik dapat menyebar ke segenap penjuru.

Harumnya kebajikan adalah jauh melebihi harumnya kayu cendana, bunga tagara, teratai maupun melati.

***

Waisak sudah tiba! Demikianlah suara-suara yang berkumandang. Para umat saling mengundang, semua saling mengucapkan, “Selamat Hari Waisak.” Ya, inilah hari dimana semua umat Buddha di seluruh dunia berbahagia dan bersuka-cita menyambut kedatangan hari suci ini.

Bagaimana tidak?! Hari Waisak adalah hari yang mengingatkan kita akan 3 (tiga) peristiwa agung yang terjadi dalam kehidupan seorang manusia besar – Buddha Gotama. Buddha Gotama adalah seorang jenius yang boleh dikatakan terlahir dengan pemikiran yang melebihi masanya. Namun bagaimanapun juga Dia adalah orang yang tepat, di tempat yang tepat dan di masa yang tepat pula. Dia adalah orang yang tepat karena Dia sudah menimbun begitu banyak parami (jasa kebajikan) yang hendak berbuah dengan indahnya. Dia lahir dan tumbuh besar di tempat yang tepat yakni di Jambudipa (sekarang adalah India dan sekitarnya). Jambudipa adalah tanah bagi para pencari spiritual dan kebenaran dari masa ke masa. Buddha Gotama juga hidup di masa yang tepat. Beliau hidup pada masa dimana kebutuhan akan kebijaksanaan sangat mendesak, disamping kekeliruan dalam tradisi yang telah membutakan kebijaksanaan manusia dan kesenjangan sosial yang terjadi di masa tersebut.

Namun demikian Siddhatta (nama kecil Buddha) tidak akan pernah menjadi seseorang yang begitu berpengaruh bagi banyak orang apabila Dia tidak menyadari apa yang begitu penting baginya. Sebagai seorang putra mahkota sebuah kerajaan besar di masa tersebut, segala keinginan dan kebutuhannya akan dengan mudah dipenuhi. Tiga istana dihadiahkan padanya. Semua ilmu pengetahuan dikuasainya. Keanggunan dan keelokan dirinya menjadi inspirasi bagi para pencinta seni dari awal Masehi hingga saat ini. Lantas apakah yang masih kurang bagi seseorang yang hidupnya begitu sempurna?

Dia menyadari sesuatu, dan apakah yang disadarinya itu? Dia menyadari bahwa hidup ini adalah penderitaan. Setiap manusia akan mengalami sakit, tua, dan mati. Tidak ada yang bisa kita perbuat terhadap 3 (tiga) utusan agung kehidupan itu. Ketiganya akan datang dan menyambangi kita pada saatnya. Pada saatnya pula kita tidak akan bisa membawa apapun. Segala harta dan kuasa yang telah dikumpulkan dengan susah payah akan ditinggalkan begitu saja. “Apakah yang bisa dibawa?” Mungkin itu juga salah satu pertanyaan dalam pikiran pangeran muda.

Tetapi tampaknya kejeniusan memang membedakan satu orang dengan orang lainnya. Pada umumnya, kita menghadapi kenyataan bahwa sakit-tua-mati adalah hal yang wajar terjadi dan tidak ada yang bisa kita lakukan untuk menghambatnya dan ini pulalah yang disadari oleh beliau. Tetapi dia juga menyadari apa yang harus dilakukannya bila menghadapi kondisi seperti itu? Apakah dia akan menerimanya begitu saja? Ataukah dia akan mencari sebuah obat mujarab demi umat manusia? Dan untuk mengetahuinya maka dimulailah perjalanan spiritualnya.

Sesungguhnya perjalanan spiritual pangeran muda tidak selalu berlangsung mulus. Ada begitu banyak batu-batu yang menghadang jalannya. Maksud saya disini bukan batu-batu di hutan atau disepanjang perjalanannya. Tetapi adalah hambatan dan rintangan yang terkadang begitu sulit untuk dilawan alias terlalu menggoda dan menggiurkan bagi kita yang memang belum “saatnya.” Akan tetapi berkat buah parami yang sudah dikumpulkannya sejak kehidupan di masa lampau dan ditambah niat serta tekad yang bulat si pangeran muda ini berhasil menemukan obat yang selama ini dicari-carinya. Dan di saat itu pulalah dia menyadari bahwa hidup adalah memang penderitaan, tidak ada yang bisa kita lakukan untuk menghindari penderitaan ini kecuali dengan memutuskan rantai kehidupan itu sendiri. Dan apakah hal itu mungkin untuk memutuskan mata rantai tumimbal lahir ini? Bagaimanakah caranya? Dan ketika dia menyadari jawabannya, pada saat itulah dia disebut Buddha (orang yang sadar/bangun).

Akan tetapi menyadari kebenaran dan mengetahui jawaban bukanlah akhir dari semua permasalahan. Hal yang sama dihadapi pula oleh Buddha Gotama. Walaupun Dia telah memperoleh jawaban atas penderitaan manusia, muncul pertanyaan: “sanggupkah manusia menerima diriNya dan ajaran yang ditemukanNya?” Sejarah selalu mencatat Sejak masa prasejarah sudah terjadi begitu banyak penderitaan yang tidak hanya disebabkan oleh kehidupan, tetapi juga oleh sifat manusia itu sendiri. Perang, kemurkaan, kegilaan, dan lain-lain merupakan akibat dari sifat-sifat yang melekat dalam diri manusia. Sifat-sifat buruk tersebut menjadi debu di mata manusia sehingga Beliau kemudian sempat berpikir untuk tidak mengajarkan Kebenaran yang ditemukanNya itu.

Menyadari hal ini Mahadewa Brahma (dewa penguasa dunia dan sekaligus dewa tertinggi yang dipuja dalam agama Hindu-tetapi terserah pada interpretasi anda masing-masing, apakah dia seorang manusia bijaksana, orang asing dari bangsa Arya, makhluk luar angkasa yang bisa terbang, atau memang sesosok dewa) muncul dan memohon pada Buddha Gotama untuk mengajarkan Kebenaran yang ditemukanNya kepada para dewa dan manusia. Buddha menyanggupi permohonan ini dan akhirnya di sebuah taman diputarlah roda Dhamma untuk pertama kalinya setelah sekian lama.

Di taman rusa Isipatana, Buddha bertemu dengan lima sahabat pertapaanNya. Disanalah Beliau membabarkan ajaran pertamaNya yakni 4 (empat) Kebenaran Mulia. Apakah ke-4 ini?

  1. Bahwa hidup ini memang adalah penderitaan
  2. Bahwa akar dari penderitaan ini sesungguhnya berasal dari dalam diri manusia yaitu keinginan dan kebodohan batin
  3. Bahwa ada pembebasan dari penderitaan itu
  4. Bahwa jalan untuk pembebasan tersebut telah ditemukan dan diajarkan oleh Buddha

Setelah mendengar hal ini, kelimanya memutuskan untuk menjadi siswa Beliau. Seiring dengan perjalanan terkumpullah 60 orang siswa Beliau. Pada suatu hari setelah ke 60 siswaNya berkumpul, Beliau meminta mereka untuk menyebarkan Kebenaran yang telah mereka terima ke seluruh penjuru dunia. Dan mulai pada saat itulah misionaris pertama di dunia berlangsung dan menyebarkan Buddhadhamma hingga saat ini. Pada usia 80 tahun, Buddha Gotama meninggal dunia.

Inilah sekelumit kisah dari kehidupan seorang manusia bijaksana nan luar biasa. Ada begitu banyak hal yang menarik dari kehidupanNya yang tidak dialami oleh semua orang. Salah satunya adalah keunikan pada 3 peristiwa agung yang terjadi dalam hidupNya. Tiga peristiwa agung tersebut adalah kelahiran, pembabaran Kebenaran untuk pertama kalinya, dan kematianNya terjadi pada hari dan bulan yang sama, yakni di hari Waisak. Saat ini Waisak diperingati di seluruh dunia. Bukan sekedar sebuah perayaan suka-cita, tetapi lebih dari itu. Hari Waisak adalah hari bagi semua umat manusia untuk mengingat kembali betapa besar jasa kebajikan yang telah dilakukan oleh seorang manusia jenius lebih dari 2500 tahun silam. Inilah bukti bahwa harumnya jasa kebajikan dapat menyebar ke segenap penjuru dunia, harum yang melebihi harumnya bunga tagara, teratai maupun melati.

SepeninggalanNya, ajaran kebenaran yang ditemukanNya sering kali pasang surut mengikuti perubahan jaman. Tidak hanya itu, akulturasi dan pengikisan terhadap sila-vinaya dan dhamma sering pula terjadi, menyebabkan kehancuran ajaran Buddha itu sendiri. Tidak ada yang abadi memang, kecuali kebenaran itu sendiri. Namun ingin rasanya saya menganggap Dhamma itu akan abadi selalu – sepanjang masa…..

Happy Vesak!

Hope u alwayz have a merry heart

Be happy