Dhammapada Syair 28 – Kisah Mahakassapa Thera

Ketika berdiam di Vihara Jetavana, Sang Buddha membabarkan syair kedua puluh delapan dari Dhammapada ini, yang merujuk kepada Mahakassapa Thera.

Suatu waktu, ketika Mahakassapa Thera tinggal di gua Pipphali, beliau menghabiskan waktunya untuk mengembangkan kesadaran batin (aloka kasina) dan berusaha untuk melihat melalui kemampuan batin mata dewa, makhluk-makhluk yang waspada dan mereka yang tidak waspada, juga makhluk-makhluk yang akan mati dan mereka yang akan dilahirkan.

Dari vihara kediamanNya, Sang Buddha mengetahui melalui kemampuan batin mata dewa Beliau, apa yang sedang dilakukan oleh Mahakassapa Thera dan ingin mengingatkan padanya bahwa apa yang dia lakukan hanyalah menghabiskan waktunya. Maka Beliau, melalui kemampuan batinnya, menampakkan diri di depan thera tersebut dan bekata, “Anakku Kassapa, jumlah kelahiran dan kematian makhluk hidup tidak terhingga dan tidak dapat dihitung. Hal ini bukanlah perhatian utamamu untuk menghitungnya; hal ini adalah perhatian bagi para Buddha”.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:

Ketika orang bijaksana mengatasi kelengahan dengan kewaspadaan, ia seperti telah mencapai menara kebijaksanaan, maka ia melihat orang-orang bodoh bersedih tanpa rasa iba, sepertihalnya pendaki gunung yang melihat orang-orang yang berada di tempat yang lebih rendah.

  • Sumber: Dhammapada Atthakatha, Insight Vidyasena Production

Dhammapada Syair 26 & 27 – Kisah Perayaan Balanakkhatta

Ketika berdiam di Vihara Jetavana, Sang Buddha membabarkan syair kedua puluh enam dan kedua puluh tujuh dari Dhammapada ini, yang merujuk kepada perayaan Balanakkhatta.

Suatu waktu perayaan Balanakkhatta dirayakan di Savatthi. Selama perayaan itu, banyak pemuda melumuri tubuh mereka dengan debu dan kotoran sapi kemudian berkeliling kota sambil berteriak-teriak dan menjadi perhatian masyarakat. Mereka juga berhenti di setiap pintu dan tidak akan pergi sebelum diberi uang.

Waktu itu, terdapat banyak murid Sang Buddha yang hidup berumah tangga tinggal di Savatthi. Melihat kejadian tersebut, mereka mengirimkan pesan kepada Sang Buddha, memohon kepada Beliau untuk tetap tinggal di vihara dan tidak memasuki kota selama tujuh hari. Mereka mengirimkan dana makanan ke vihara dan mereka sendiri akan tinggal di dalam rumah. Pada hari kedelapan, ketika perayaan telah usai, Sang Buddha dan para muridNya diundang ke kota untuk menerima persembahan dana makanan dan persembahan-persembahan lainnya. Mendengar tindakan para pemuda yang kasar dan memalukan itu selama perayaan berlangsung, Sang Buddha memberikan komentar bahwa hal itu adalah wajar bahwa seseorang yang bodoh dan tidak waspada melakukan perbuatan yang memalukan.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:

Orang dungu yang tidak menyadari hal-hal yang sesungguhnya berharga, terhanyut mengikuti nafsunya dalam kelengahan; sebaliknya orang-orang bijaksana memelihara kewaspadaannya, seperti menjaga harta yang sangat berharga.

Tidak  terhanyut dalam kelengahan, tidak melekat pada kenikmatan indria; orang yang sadar dan selalu waspada, akan memperoleh kebahagiaan yang tidak terbatas.

  • Sumber: Dhammapada Atthakatha, Insight Vidyasena Production